Jumat, 27 November 2009

Alutsista TNI, Simbol Pertahanan Bangsa

Dalam lima tahun terakhir, jumlah pesawat TNI yang jatuh mencapai 13 kasus, satu jumlah angka yang cukup membuat kita bertanya-tanya, apa yang salah dari lemahnya system pertahanan negri ini. Hal yang mungkin dapat kita coba pertanyakan adalah penyebab terjadinya kasus-kasus yang ada secara general. Apakah karena factor alam, human error,atau justru karena ketidaklayakapakaian dari alutsista (baca : pesawat TNI) yang ada.
Ditilik dari jumlah anggaran kebutuhan pertahanan 2009 yang diajukan Departemen Pertahanan, pemerintah hanya sanggup memberikan Rp. 33,6 triliun atau hanya sekitar 25% dari anggaran yang coba diajukan Dephan. Bahkan, karena dampak krisis global, anggaran ini masih harus dipangkas lagi hingga menjadi Rp. 30 tririun. Padahal, anggaran ini tidak hanya dialokasikan untuk peremajaan apalagi untuk penambahan alutsista TNI melainkan masih harus dialokasikan untuk gaji dan pembiayaan kantor. Sehingga sisa anggaran yang ada untuk peremajaan alutsista sangatlah minim.
Kalau kita bandingkan, anngaran peremajaan alutsista TNI bahkan hanya sekitar sepersepuluh dari jumlah anggaran peremajaan penerbangan sipil secara umum. Padahal sebagai bagian notabenenya yang cukup esensi dari system pertahanan Negara, alutsista TNI selayaknya mendapatkan perawatan yang lebih keras, artinya dibutuhkan biaya yang jauh lebih besar.
Permasalahannya, jika pemerintah menaikkan anggaran untuk peremajaan alutsista TNI maka dampak langsung yang ada adalah tergerusnya anggaran lain seperti pendidikan, kesehatan dan yang lainnya.
Memang akan selalu ada trade off dalam setiap keputusan yang diambil, namun dalam hal ini sudah selayaknya anggaran peremajaan alutsista diberi porsi yang lebih.