Kamis, 09 Agustus 2012

#cahayakemerdekaan

Saat kata maaf telah menjadi menghapus tulisan dosa untuk menerima ikatan :)

Rabu, 29 Juni 2011

Sejarah Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu Universitas terbaik, terbesar dan tertua di Indonesia. Begitu banyak sejarah bangsa yang lahir dan berawal dari perjuangan di balik pintu-pintu gerakan cerdas dari kampus kerakyatan ini. Diawali pada tanggal 24 Januari 1946 dimana Mr. Boediarto, Ir. Marsito, Prof. Dr. Prijono, Mr. Soenarjo, Dr. Soleiman, Dr. Buntaran, Dr. Soeharto bermaksud untuk mendirikan Balai Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta. Dengan modal semangat dan komitmen yang tinggi terhadap peningkatan martabat manusia Indonesia, mereka melakukan pertemuan di Gedung SMT Kotabaru.
Pertemuan tersebut kemudian menjadi titik cahaya awal bagi terbentuknya Universitas Gadjah Mada. Setelah pertemuan awal tersebut, mereka menyepakati untuk melakukan pendalaman bagi terbangunnya universitas din Indonesia. Salah satu pertemuan tersebut adalah pertemuan di Gedung KNI Malioboro, tanggal 3 Maret 1946. Dalam pertemuan ini, diumumkan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, yang terdiri atas Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan.
Namun demikian pada tanggal 19 Desember 1948, Universitas Gadjah Mada terpaksa ditutup karena adanya penyerbuan Belanda ke Yogyakarta. Sivitas Akademika pada masa itu memilih berjuang menentang Belanda ketimbang melanjutkan proses belajar-mengajar. Di ruang kelas universitas tetapi peralatan kuliah tetap dipelihara dengan baik oleh para mahasiswa.
Penyerbuan- penyerbuan yang dilakukan oleh Belanda mengakibatkan banyak perguruan tinggi di Indonesia ditutup. Hal ini tentu dapat menjadi ‘penyakit’ tersendiri yang dapat mematikan langkah gerakan intelektual pemuda Indonesia. Lalu timbul ide untuk menggabungkan beberapa perguruan tinggi pada masa perjuangan tersebut menjadi sebuah perguruan tinggi.
Pada tanggal 20 Mei 1949, diadakanlah rapat Panitia Perguruan Tinggi, di Pendopo Kepatihan Yogyakarta. Rapat ini dipimpin oleh Prof. Dr. Soetopo, dengan anggota rapat antara lain, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Ir. Harjono, Prof. Sugardo dan Slamet Soetikno, S.H. Salah satu hasil rapat adalah: beberapa anggota rapat menyanggupi pendirian perguruan kembali di wilayah republik, yaitu Yogyakarta. Mereka yang bersedia adalah Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Harjono dan Prof. Dr. M. Sardjito.
Salah satu permasalahan utama yang ditemui para Guru Besar tersebut adalah tidak adanya ruangan untuk kuliah. Mendengar hal tersebut, Sultan Hamengku Buwono IX bersedia meminjamkan kraton dan beberapa gedung di sekitar kraton untuk ruangan kuliah. Masalah utama pun terpecahkan. Setelah itu persiapan lain pun dimatangkan sampai pada akhirnya usaha keras para Guru Besar tersebut akhirnya membuahkan hasil. Tanggal 1 November 1949, di Kompleks Peguruan Tinggi Kadipaten, Yogyakarta, berdiri kembali Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian., dan Fakultas Kedokteran. Pembukaan ketiga fakultas ini dihadiri oleh Bung Karno. Pada pembukaan ini, menurut Prof. Dr. M. Sardjito, diadakan sebuah renungan bagi para dosen dan mahasiswa yang telah gugur dalam peperangan melawan Belanda, yaitu: Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Ir. Notokoesoemo, Roewito, Asmono, Hardjito dan Wurjanto.
Satu hari setelah itu yakni pada tanggal 2 November 1949, giliran FakultasTeknik, Akademi Ilmu Politik dan beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang diresmikan. Kota Yogyakarta pun kembali marak dengan mahasiswa. Setelah itu kurang lebih 30 hari kemudian, tepatnya 3 Desember 1949, dibuka pula Fakultas Hukum di Yogyakarta. Fakultas ini merupakan pindahan Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo. Orang yang berjasa dalam pemindahan ini adalah Prof. Drs. Notonagoro, S.H.
Kembali beroperasinya 8 fakultas tersebut sejak tanggal 1 November 1949, mendorong lahirnya UGM, 19 Desember 1949. Tanggal ini dipilih, seperti disebut Bung Karno. adalah untuk memperlihatkan kepada dunia luar bahwa Bangsa Indonesia sanggup bangkit, meskipun sudah diserang habis-habisan oleh Belanda, 19 Desember 1948, dengan kata lain tanggal 19 Desember 1949 dipilih untuk menghilangkan noda 19 Desember 1948.
Pada saat berdirinya, menurut Peraturan Pcmerintah No. 23 Tahun 1949, UGM memiliki enam fakultas, yaitu: (1) Fakultas Teknik (di dalamnya termasuk Akademi Ilmu Ukur dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Ilmu Alam dan Ilmu Pasti) ; (2) Fakultas Kedokteran di dalamnya termasuk bagian Farmasi, bagian Kedokteran Gigi dan Akademi Pendidikan Guru bagian Kimia dan limu Hayat; (3) Fakultas Pertanian di dalamya ada Akademi Pertanian dan Kehutanan; (4) Fakultas Kedokteran Hewan; (5) Fakultas Hukum di dalamnya ada Akademi Keahlian Hukum, Keahlian Ekonomi dan Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Tatanegara, Ekonomi dan Sosiologi; dan (6) Fakultas Sastra dan Filsafat di dalamnya ada Akademi Pendidikan Guru bagian Sastra.
Sungguh sangat tidak berlebihan jika Universitas Gadjah Mada memiliki sebutan kampus perjuangan dengan jas kebanggaan “jas karung goni”. Hal inilah yang layaknya terus menjadi pemacu semangat sivitas akademika UGM dari waktu ke waktu.

Sejarah Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu Universitas terbaik, terbesar dan tertua di Indonesia. Begitu banyak sejarah bangsa yang lahir dan berawal dari perjuangan di balik pintu-pintu gerakan cerdas dari kampus kerakyatan ini. Diawali pada tanggal 24 Januari 1946 dimana Mr. Boediarto, Ir. Marsito, Prof. Dr. Prijono, Mr. Soenarjo, Dr. Soleiman, Dr. Buntaran, Dr. Soeharto bermaksud untuk mendirikan Balai Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta. Dengan modal semangat dan komitmen yang tinggi terhadap peningkatan martabat manusia Indonesia, mereka melakukan pertemuan di Gedung SMT Kotabaru.
Pertemuan tersebut kemudian menjadi titik cahaya awal bagi terbentuknya Universitas Gadjah Mada. Setelah pertemuan awal tersebut, mereka menyepakati untuk melakukan pendalaman bagi terbangunnya universitas din Indonesia. Salah satu pertemuan tersebut adalah pertemuan di Gedung KNI Malioboro, tanggal 3 Maret 1946. Dalam pertemuan ini, diumumkan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, yang terdiri atas Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan.
Namun demikian pada tanggal 19 Desember 1948, Universitas Gadjah Mada terpaksa ditutup karena adanya penyerbuan Belanda ke Yogyakarta. Sivitas Akademika pada masa itu memilih berjuang menentang Belanda ketimbang melanjutkan proses belajar-mengajar. Di ruang kelas universitas tetapi peralatan kuliah tetap dipelihara dengan baik oleh para mahasiswa.
Penyerbuan- penyerbuan yang dilakukan oleh Belanda mengakibatkan banyak perguruan tinggi di Indonesia ditutup. Hal ini tentu dapat menjadi ‘penyakit’ tersendiri yang dapat mematikan langkah gerakan intelektual pemuda Indonesia. Lalu timbul ide untuk menggabungkan beberapa perguruan tinggi pada masa perjuangan tersebut menjadi sebuah perguruan tinggi.
Pada tanggal 20 Mei 1949, diadakanlah rapat Panitia Perguruan Tinggi, di Pendopo Kepatihan Yogyakarta. Rapat ini dipimpin oleh Prof. Dr. Soetopo, dengan anggota rapat antara lain, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Ir. Harjono, Prof. Sugardo dan Slamet Soetikno, S.H. Salah satu hasil rapat adalah: beberapa anggota rapat menyanggupi pendirian perguruan kembali di wilayah republik, yaitu Yogyakarta. Mereka yang bersedia adalah Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Harjono dan Prof. Dr. M. Sardjito.
Salah satu permasalahan utama yang ditemui para Guru Besar tersebut adalah tidak adanya ruangan untuk kuliah. Mendengar hal tersebut, Sultan Hamengku Buwono IX bersedia meminjamkan kraton dan beberapa gedung di sekitar kraton untuk ruangan kuliah. Masalah utama pun terpecahkan. Setelah itu persiapan lain pun dimatangkan sampai pada akhirnya usaha keras para Guru Besar tersebut akhirnya membuahkan hasil. Tanggal 1 November 1949, di Kompleks Peguruan Tinggi Kadipaten, Yogyakarta, berdiri kembali Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian., dan Fakultas Kedokteran. Pembukaan ketiga fakultas ini dihadiri oleh Bung Karno. Pada pembukaan ini, menurut Prof. Dr. M. Sardjito, diadakan sebuah renungan bagi para dosen dan mahasiswa yang telah gugur dalam peperangan melawan Belanda, yaitu: Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Ir. Notokoesoemo, Roewito, Asmono, Hardjito dan Wurjanto.
Satu hari setelah itu yakni pada tanggal 2 November 1949, giliran FakultasTeknik, Akademi Ilmu Politik dan beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang diresmikan. Kota Yogyakarta pun kembali marak dengan mahasiswa. Setelah itu kurang lebih 30 hari kemudian, tepatnya 3 Desember 1949, dibuka pula Fakultas Hukum di Yogyakarta. Fakultas ini merupakan pindahan Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo. Orang yang berjasa dalam pemindahan ini adalah Prof. Drs. Notonagoro, S.H.
Kembali beroperasinya 8 fakultas tersebut sejak tanggal 1 November 1949, mendorong lahirnya UGM, 19 Desember 1949. Tanggal ini dipilih, seperti disebut Bung Karno. adalah untuk memperlihatkan kepada dunia luar bahwa Bangsa Indonesia sanggup bangkit, meskipun sudah diserang habis-habisan oleh Belanda, 19 Desember 1948, dengan kata lain tanggal 19 Desember 1949 dipilih untuk menghilangkan noda 19 Desember 1948.
Pada saat berdirinya, menurut Peraturan Pcmerintah No. 23 Tahun 1949, UGM memiliki enam fakultas, yaitu: (1) Fakultas Teknik (di dalamnya termasuk Akademi Ilmu Ukur dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Ilmu Alam dan Ilmu Pasti) ; (2) Fakultas Kedokteran di dalamnya termasuk bagian Farmasi, bagian Kedokteran Gigi dan Akademi Pendidikan Guru bagian Kimia dan limu Hayat; (3) Fakultas Pertanian di dalamya ada Akademi Pertanian dan Kehutanan; (4) Fakultas Kedokteran Hewan; (5) Fakultas Hukum di dalamnya ada Akademi Keahlian Hukum, Keahlian Ekonomi dan Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Tatanegara, Ekonomi dan Sosiologi; dan (6) Fakultas Sastra dan Filsafat di dalamnya ada Akademi Pendidikan Guru bagian Sastra.
Sungguh sangat tidak berlebihan jika Universitas Gadjah Mada memiliki sebutan kampus perjuangan dengan jas kebanggaan “jas karung goni”. Hal inilah yang layaknya terus menjadi pemacu semangat sivitas akademika UGM dari waktu ke waktu.

Selasa, 29 Juni 2010

Mutualisme Sekolah dengan Ikatan Alumni By : Gresika Bunga Sylvana

Salah satu yang istilah yang sekarang marak dalam dunia persekolahan adalah stakeholder—pemangku pendidikan yakni pihak-pihak yang baik langsung maupun tidak terkait dengan proses pendidikan. Salah satu pemangku pendidikan yang di beberapa sekolah sedang mulai digarap dengan serius adalah ikatan alumni.


Untuk sejumlah sekolah, khususnya perguruan tinggi, ikatan alumni bukanlah sesuatu yang baru. Keberadaannya telah mewarnai dan menorehkan jejak dalam penyelenggaraan sekolah. Bagi sekolah-sekolah tersebut, ikatan alumni menjadi bagian organik dalam pengelolaan pendidikan dan memperoleh perhatian yang serius. Sejauh mana kepentingan pembentukan ikatan alumni dan mengapa sekolah perlu memfasilitasi alumninya, berikut ini beberapa alasannya.

Pertama, alumni sebagai jejak sejarah. Kita sepakat sekolah memberikan kontribusi dalam pembentukan cara pandang, cara hidup, dan karakter peserta didik. Cara hidup inilah yang lantas dianut para alumni ketika terjun ke masyarakat. Dalam kurun waktu enam tahun di sekolah dasar, serta tiga tahun di SMP ataupun SMA, nilai-nilai yang dianut suatu sekolah terpolakan dalam diri seorang alumni. Maka, kita boleh mengatakan, sejarah suatu sekolah muncul salah satunya dalam diri alumni. Untuk melihat tata nilai yang dianut suatu sekolah, bisa dilihat dari profil alumni.

Selain itu, disadari atau tidak, kontribusi alumni atas peserta didik cukup besar dalam mempertahankan kelangsungan sekolah. Untuk sekolah-sekolah swasta, alumni seringkali menyekolahkan anak-anak mereka ke almamaternya. Hal ini bisa dipahami sehubungan dengan ikatan emosional dan pengalaman alumni yang cukup menentukan.

Semakin disadari bahwa sekolah memang tidak bisa bergerak sendiri dalam hal penyelenggaraan sekolah. Bagi sekolah-sekolah swasta yang mengandalkan kontribusi siswa sebagai masukan terbesar bagi pengelolaan sekolah, kondisi ekonomi yang tidak menentu menyebabkan tidak menentu pula prospek sekolah.

Dalam situasi yang tidak menentu ini, tentu peran pemangku pendidikan dengan para alumni sebagai salah satunya dapat menyelamatkan proses penyelenggaraan sekolah. Maka di beberapa sekolah program beasiswa yang dikelola oleh para alumni menjadi salah satu upaya meringankan beban penyelenggaraan pendidikan. Selain kontribusi pendanaan di beberapa sekolah alumni berperan penting sebagai sumber daya manusia baik sebagai tenaga pengajar maupun nara sumber. Kelompok-kelompok ekstra kulikuler, contohnya, dapat menjadi bidang garapan para alumni sebagai bentuk dedikasi dan dukungan alumni atas almamaternya.

Bagi para alumni ikatan alumni yang dikelola sekolah memberikan berbagai macam kemudahan dan keuntungan. Keuntungan pertama, ikatan alumni menjadi jembatan silaturahim antaralumni. Data base alumni yang diperbaharui dapat membantu para alumni untuk kembali menyusuri silaturahim antaranggotanya.

Kedua, jembatan silaturahim yang terbina antaralumni melalui ikatan alumni menjembatani relasi di luar almamater dengan relasi usaha sebagai contohnya. Dengan ikatan alumni berbagai kerja sama usaha dan jasa dapat terjalin sehingga masing-masing dapat saling mendukung kegiatan usaha.

Ketiga, di tengah gencarnya isu tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility), keberadaan ikatan alumni dapat menjadi wadah bagi alumni yang memiliki kewajiban CSR. Para alumni yang sukses di berbagai bidang dan terpanggil untuk berbagi tanggung jawab dalam program pemberdayaan masyarakat dapat menjadi penopang penyelenggaraan pendidikan baik pendanaan maupun pembelajaran.

Dari segi pendanaan tentu para alumni ini dapat mendukung siswa-siswa yang kurang beruntung secara finansial atau memperlengkapi sarana pendidikan almamaternya. Di bidang pembelajaran, para alumni ini dapat memfasilitasi para siswa dengan penyediaan tempat-tempat pembelajaran kontekstual seperti magang sehingga mereka mendapat pengetahuan dan keterampilan praktis yang tak didapat di sekolah.

POSISI DAN PERAN PARIWISATA DALAM PEREKONOMIAN (oleh Gresika Bunga Sylvana)

Setelah The World Travel and Tourism Council (1991) mengungkapkan bahwa pariwisata adalah industri penting dan terbesar di dunia, banyak negara mulai menyadari pentingnya sektor pariwisata dan sibuk mereposisi industri tersebut . Pada awal abad XXI, Joseph Pine II dan James H. Gilmore menyebutkan bahwa negara-negara industri telah mereposisi ekonominya dari brand-based economy (ekonomi manufaktur berbasiskan produk-produk bermerek) menjadi experience economy (ekonomi berbasiskan experience atau kesan).
Data perekonomian Amerika Serikat antara 1959-1996 menunjukkan bahwa pariwisata memberikan pengaruh kenaikan lapangan kerja sebesar 5,3%. Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata mempunyai peran besar dalam perekonomian. Dalam rekomendasinya yang banyak diikuti oleh negara-negara pengekspor jasa kepariwisataan, WTTC mengingatkan bahwa industri ini akan tumbuh secara berkelanjutan, rata-rata sebesar 4,6% setiap tahunnya. Diperkirakan pada akhir dekade ini, seperempat miliar manusia akan menggantungkan hidupnya dalam industri pariwisata. Untuk menangkap peluang tersebut, WTTC merekomendasikan tiga hal. Pertama, pemerintah harus menempatkan pariwisata sebagai salah satu prioritas utama dalam kebijakan perekonomiannya. Kedua, bisnis apa saja yang dikembangkannya harus menjaga keseimbangan dalam tiga hal, yaitu, manusia, budaya, dan lingkungan hidupnya. Ketiga, semua pihak harus mulai dapat diajak berpikir jangka panjang dan berorientasi pada kesejahteraan.
Kegiatan dalam sektor pariwisata mempunyai efek pengganda (multiplier effects) yang besar karena terkait dengan berbagai sektor dan kegiatan ekonomi lain. Kegiatan yang terkait dengan pariwisata antara lain adalah perhotelan, restoran, sektor transportasi (baik darat, laut, maupun udara), dan yang tak kalah penting adalah produktifitas yang dilakukan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM banyak diuntungkan dengan kunjungan wisatawan, baik domestik maupun manca Negara, yang berbelanja berbagai produk kerajinan. Selain itu, pariwisata juga berperan besar dalam memberikan kesan baik (brand image) bagi Indonesia. Kesan baik ini sangat dibutuhkan agar kegiatan lain yang bersifat kenegaraan bisa berjalan dengan baik sehingga akan memicu derap perekonomian bangsa. Misalnya adalah dengan kegiatan penanaman modal asing.

Mengapa Indonesia Identik sebagai Negara Miskin ? (sebuah renungan singkat)

Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah mengungkapkan bahwa jumlah masyarakat miskin di tanah air saat ini mencapai 36,1 persen dari total penduduk Indonesia, sekitar 220 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di Indonesia memang sangat besar. Jumlahnya mencapai 35,1 persen, dan jumlah tersebut cukup relevan dengan kondisi perekonomian negara yang masih belum sepenunya pulih dari krisis, Penanganan masyarakat miskin sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun untuk saat ini, pemerintah belum bisa berbuat lebih akibat berbagai keterbatasan yang kini dialami terutama dari sisi pendanaan. Pemerintah belum dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.
Persoalan sosial yang dihadapi negara saat ini cukup beragam, mulai dari masalah anak jalanan, gelandangan, pengemis, bahkan sampai kepada pelacuran atau prostitusi. Banyak masalah sosial yang harus kita hadapi yang intinya adalah karena kemiskinan. Tidak ada yang mau jadi pengemis, gelandangan dan juga pelacur jika bukan karena keterpaksaan akibat faktor ekonomi. Penanganan semua masa sosial itu, membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sementara kondisi keuangan negara dewasa ini tengah berada dalam tekanan akibat lonjakan harga minyak di pasaran dunia serta terus merosotnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Menteri sosial juga menyebutkan bahwa anggaran Departemen sosial yang hanya sekitar Rp 2 triliun terlalu kecil untuk dapat mengatasi seluruh persoalan sosial yang dihadapi bangsa ini.
Karenanya kita juga berharap persoalan sosial tersebut bisa diatasi secara bersama-sama, termasuk dengan pemerintah daerah melalui APBD masing-masing.
Di sisi lain, kemiskinan juga lahir karena ada beberapa faktor. Diantaranya pertama ada bentuk praktik korupsi dan suap dalam skala yang cukup besar. Praktik korupsi dan suap ini walaupun sudah diatur dalam UU No 20/2001 dan UU No 11/1980,namun tetap upaya hukum dalam penindakannya masih menemui kebuntuan. Oleh karena itu, dibuatlah sebuah alternatif cara dalam penindakan korupsi dan suap yang ada di negara kita, yaitu dengan cara membentuk instansi pemerintah yang bergerak pada pemberantasan korupsi dan suap atau yang kita kenal dengan sebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Instansi inilah yang kemudian akan bekerja fokus pada permasalahan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara, baik dilakukan oleh pejabat pemerintah, maupun oleh masyarakat sipil.
Kedua, adanya kemerosotan kualitas pendidikan yang dibuktikan dengan belum idelnya kurikulum pendidikan di bangsa ini. Masih banyak kurikulum pendidikan yang membuat anak didik tidak bergerak maju dalam berfikir, masih banyak anak didik yang belajar tanpa adanya sebuah pendidikan kritis, seperti yang pernah diajarkan oleh salah seorang berkebangsaan Brazil, Paulo Freire. Disamping itu, penanaman nilai-nilai kepemimpinan, kecerdasan, ketaatan, dan kewirausahaan yang seharusnya ditanamkan sejak dini, justru hilang begitu saja dari lingkungan pendidikan kita.Sisi inilah yang seharusnya segera dibenahi dalam rangka restrukturisasi kualitas intelektualitas anak bangsa kedepan.
Ketiga adalah belum majunya tekhnologi di bangsa ini. Padahal Indonesia memiliki banyak sarjana tekhnik yang berkualitas. Kita juga termasuk pencipta robot cerdas tebaik di dunia dan sebagainya. Akan tetapi dalam praktiknya, justru Negara Indonesia begitu tertinggal jauh dalam perkembangan tekhnologi. Seharusnya kita bisa memproduksi sendiri dan melakukan ekspor,namun sebaliknya kita dalam kenyataannya bergantung pada produksi tekhnologi asing dan mengimpor dengan modal yang amat besar. Daya kreasi inilah yang perludiciptakan pada kalangan tekhnokrat yang paham tentang kondisi ini.
Keempat adalah pembangunan budaya. Budaya yang lahir di Negara ini begitu beragam dan bervariasi. Kita amat mensyukuri itu semua, namun cara kita untuk mendukung rasa syukur itu yang terkesan tidak relevan dengan kenyataan yang ada. Kita kerap lebih mencintai budaya asing daripada budaya dalam negeri. Padahal dengan menciptakan iklim tayangan budaya dalam negeri secara serentak di Indonesia dan di luar negeri,maka akan menghasilkan keuntungan yang luar biasa bagi perekonomian kita. Terkadang kita tidak berfikir sejauh itu,maka menyebabkan kita kurang peduli selama ini dengan produk dalam negeri

Hymne Gadjah Mada (UGM)

Bakti kami mahasiswa Gadjah Mada semua

Kuberjanji memenuhi panggilan bangsaku

Di dalam Pancasilamu jiwa seluruh nusaku

Kujungjung kebudayaanmu kejayaan Indonesia



Bakti kami almamater kuberjanji setia

Kupenuhi dharma bakti untuk ibu pertiwi

Di dalam persatuanmu jiwa seluruh bangsaku

Kujunjung kebudayaanmu kejayaan nusantara