Selasa, 29 Juni 2010

Mengapa Indonesia Identik sebagai Negara Miskin ? (sebuah renungan singkat)

Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah mengungkapkan bahwa jumlah masyarakat miskin di tanah air saat ini mencapai 36,1 persen dari total penduduk Indonesia, sekitar 220 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di Indonesia memang sangat besar. Jumlahnya mencapai 35,1 persen, dan jumlah tersebut cukup relevan dengan kondisi perekonomian negara yang masih belum sepenunya pulih dari krisis, Penanganan masyarakat miskin sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun untuk saat ini, pemerintah belum bisa berbuat lebih akibat berbagai keterbatasan yang kini dialami terutama dari sisi pendanaan. Pemerintah belum dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.
Persoalan sosial yang dihadapi negara saat ini cukup beragam, mulai dari masalah anak jalanan, gelandangan, pengemis, bahkan sampai kepada pelacuran atau prostitusi. Banyak masalah sosial yang harus kita hadapi yang intinya adalah karena kemiskinan. Tidak ada yang mau jadi pengemis, gelandangan dan juga pelacur jika bukan karena keterpaksaan akibat faktor ekonomi. Penanganan semua masa sosial itu, membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sementara kondisi keuangan negara dewasa ini tengah berada dalam tekanan akibat lonjakan harga minyak di pasaran dunia serta terus merosotnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Menteri sosial juga menyebutkan bahwa anggaran Departemen sosial yang hanya sekitar Rp 2 triliun terlalu kecil untuk dapat mengatasi seluruh persoalan sosial yang dihadapi bangsa ini.
Karenanya kita juga berharap persoalan sosial tersebut bisa diatasi secara bersama-sama, termasuk dengan pemerintah daerah melalui APBD masing-masing.
Di sisi lain, kemiskinan juga lahir karena ada beberapa faktor. Diantaranya pertama ada bentuk praktik korupsi dan suap dalam skala yang cukup besar. Praktik korupsi dan suap ini walaupun sudah diatur dalam UU No 20/2001 dan UU No 11/1980,namun tetap upaya hukum dalam penindakannya masih menemui kebuntuan. Oleh karena itu, dibuatlah sebuah alternatif cara dalam penindakan korupsi dan suap yang ada di negara kita, yaitu dengan cara membentuk instansi pemerintah yang bergerak pada pemberantasan korupsi dan suap atau yang kita kenal dengan sebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Instansi inilah yang kemudian akan bekerja fokus pada permasalahan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara, baik dilakukan oleh pejabat pemerintah, maupun oleh masyarakat sipil.
Kedua, adanya kemerosotan kualitas pendidikan yang dibuktikan dengan belum idelnya kurikulum pendidikan di bangsa ini. Masih banyak kurikulum pendidikan yang membuat anak didik tidak bergerak maju dalam berfikir, masih banyak anak didik yang belajar tanpa adanya sebuah pendidikan kritis, seperti yang pernah diajarkan oleh salah seorang berkebangsaan Brazil, Paulo Freire. Disamping itu, penanaman nilai-nilai kepemimpinan, kecerdasan, ketaatan, dan kewirausahaan yang seharusnya ditanamkan sejak dini, justru hilang begitu saja dari lingkungan pendidikan kita.Sisi inilah yang seharusnya segera dibenahi dalam rangka restrukturisasi kualitas intelektualitas anak bangsa kedepan.
Ketiga adalah belum majunya tekhnologi di bangsa ini. Padahal Indonesia memiliki banyak sarjana tekhnik yang berkualitas. Kita juga termasuk pencipta robot cerdas tebaik di dunia dan sebagainya. Akan tetapi dalam praktiknya, justru Negara Indonesia begitu tertinggal jauh dalam perkembangan tekhnologi. Seharusnya kita bisa memproduksi sendiri dan melakukan ekspor,namun sebaliknya kita dalam kenyataannya bergantung pada produksi tekhnologi asing dan mengimpor dengan modal yang amat besar. Daya kreasi inilah yang perludiciptakan pada kalangan tekhnokrat yang paham tentang kondisi ini.
Keempat adalah pembangunan budaya. Budaya yang lahir di Negara ini begitu beragam dan bervariasi. Kita amat mensyukuri itu semua, namun cara kita untuk mendukung rasa syukur itu yang terkesan tidak relevan dengan kenyataan yang ada. Kita kerap lebih mencintai budaya asing daripada budaya dalam negeri. Padahal dengan menciptakan iklim tayangan budaya dalam negeri secara serentak di Indonesia dan di luar negeri,maka akan menghasilkan keuntungan yang luar biasa bagi perekonomian kita. Terkadang kita tidak berfikir sejauh itu,maka menyebabkan kita kurang peduli selama ini dengan produk dalam negeri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar