Setelah The World Travel and Tourism Council (1991) mengungkapkan bahwa pariwisata adalah industri penting dan terbesar di dunia, banyak negara mulai menyadari pentingnya sektor pariwisata dan sibuk mereposisi industri tersebut . Pada awal abad XXI, Joseph Pine II dan James H. Gilmore menyebutkan bahwa negara-negara industri telah mereposisi ekonominya dari brand-based economy (ekonomi manufaktur berbasiskan produk-produk bermerek) menjadi experience economy (ekonomi berbasiskan experience atau kesan).
Data perekonomian Amerika Serikat antara 1959-1996 menunjukkan bahwa pariwisata memberikan pengaruh kenaikan lapangan kerja sebesar 5,3%. Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata mempunyai peran besar dalam perekonomian. Dalam rekomendasinya yang banyak diikuti oleh negara-negara pengekspor jasa kepariwisataan, WTTC mengingatkan bahwa industri ini akan tumbuh secara berkelanjutan, rata-rata sebesar 4,6% setiap tahunnya. Diperkirakan pada akhir dekade ini, seperempat miliar manusia akan menggantungkan hidupnya dalam industri pariwisata. Untuk menangkap peluang tersebut, WTTC merekomendasikan tiga hal. Pertama, pemerintah harus menempatkan pariwisata sebagai salah satu prioritas utama dalam kebijakan perekonomiannya. Kedua, bisnis apa saja yang dikembangkannya harus menjaga keseimbangan dalam tiga hal, yaitu, manusia, budaya, dan lingkungan hidupnya. Ketiga, semua pihak harus mulai dapat diajak berpikir jangka panjang dan berorientasi pada kesejahteraan.
Kegiatan dalam sektor pariwisata mempunyai efek pengganda (multiplier effects) yang besar karena terkait dengan berbagai sektor dan kegiatan ekonomi lain. Kegiatan yang terkait dengan pariwisata antara lain adalah perhotelan, restoran, sektor transportasi (baik darat, laut, maupun udara), dan yang tak kalah penting adalah produktifitas yang dilakukan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM banyak diuntungkan dengan kunjungan wisatawan, baik domestik maupun manca Negara, yang berbelanja berbagai produk kerajinan. Selain itu, pariwisata juga berperan besar dalam memberikan kesan baik (brand image) bagi Indonesia. Kesan baik ini sangat dibutuhkan agar kegiatan lain yang bersifat kenegaraan bisa berjalan dengan baik sehingga akan memicu derap perekonomian bangsa. Misalnya adalah dengan kegiatan penanaman modal asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar